Jakarta, BidikTangsel.com - Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan menyampaikan bahwa potensi ekonomi digital Indonesia akan menyentuh angka 135 miliar US dollar. Hal ini tentu menggembirakan dan bisa membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan pesat.
Dalam keterangannya Rabu (1/6), pakar keamanan siber Pratama Persadha menyampaikan bahwa angka ekonomi digital Indonesia bisa tercapai bahkan jauh lebih tinggi bukan tanpa prasyarat. Syarat utamanya selain infrastruktur internet adalah soal keamanan siber di tanah air itu sendiri.
“Setidaknya ada tiga UU utama yang mengatur ruang siber di Indonesia, yaitu UU ITE, UU PDP (Perlindungan Data Pribadi) dan UU KKS (Keamanan dan Kerahanan Siber). Dari ketiganya praktis UU ITE yang sudah ada dari 2008 dan mengalami revisi 2016. Seharusnya DPR dan pemerintah juga harus mengejar UU PDP dan UU KKS,” jelas chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) ini.
Bukan tanpa alasan, menurut Pratama pertumbuhan ekonomi digital ini akan
bertumbuh eksponensial jika ruang siber tanah air benar-benar aman, kejahatan siber bisa diatasi, dan penyalahgunaan data pribadi
mendapatkan hukuman setimpal dan layak.
“Dengan situasi ruang siber yang aman dan kondusif, maka ini adalah jaminan terbaik untuk masyarakat dalam menjalankan kegiatan ekonomi digital, yang ujungnya akan terus menambah pemodal di dalam dan luar negeri untuk terus meningkatkan kegiatan ekonominya di tanah air. Tak hanya itu, negara juga tak akan kecolongan dengan eksploitasi data dari berbagai raksasa teknologi,” tegasnya.
Pratama menggarisbawahi bahwa itu semua bisa diwujudkan salah satunya bila instrumen UU sudah lengkap dan kuat. Menurutnya UU PDP dan UU KKS harus mendapatkan prioritas negara.
“UU PDP ini sangat ditunggu sehingga aturan main penggunaan data di tanah air lebih jelas, sangat erat kaitannya dengan pengelolaan-penggunaan data oleh industri serta lembaga negara, demi perlindungan dan keamanan masyarakat. Penting juga agar standar keamanan data kita setara dengan negara lain yang lebih maju sehingga ada kesepakatan, misalnya tukar data yang bisa berujung banyak hal mulai dari sektor ekonomi sampai pertahanan keamanan,” jelas Pratama.