Topik - Suatu hari saya menelpon Kang Wiwih saat beliau mendapat serangan dari wartawan (PWI) atas kasus ancaman pemukulan. Kalimat yang saya sampaikan singkat saja: "Anda kan jawara, masa harus ikut arus opini wartawan. Biarin aja, gak usah direspon."
Rupanya diam-diam ia mendengarkan saran saya. Gelombang berita tentang perseteruan beliau dengan wartawan di berbagai media Tangsel pun langsung mereda. Terutama setelah di group WA Tangsel Club (TC) saya menulis langsung yang ditujukan kepada ketua PWI Tangsel. "Buat apa kalian meributkan hal- hal remeh. Apa yang mau kalian peroleh. Teruslah berkarya dengan baik, maka tak akan ada lagi yang bakal melecehkan wartawan."
Ya, Kang Wiwih, begitu saya selalu memanggilnya, sebetulnya adalah sosok pejabat Tangsel yang tenang dan relatif pendiam. Tetapi jangan coba-coba menyinggung soal harga diri pribadinya, ia akan cepat merespon dengan gaya seorang pendekar, karena memang beliau punya basic sebagai jawara. Sebelum ia menjabat Kadispora dan Kadis Pariwisata, ia dikenal sebagai pendekar Banten yang menjabat sebagai ketua IPSI (Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia) Tangsel.
Darah jawara Banten memang mengalir kuat di dalam tubuhnya. Kakek dan buyutnya yang menyandang nama besar Martawidjaya, adalah pendekar dan memiliki padepokan silat. Nama Martawidjaya mempunyai keterkaitan dengan silsilah raja- raja Sunda kuno diantaranya dengan Pucuk Umum, kokolot Sunda Banten yang berasal dari Kerajaan Sunda Sumedang Larang di Sumedang.
Itu sebabnya sifat dan sikap kejawaraanya yang terkesan galak saat pribadinya merasa terusik cukup menonjol.
Sebagai seorang pendekar pejabat, ia juga memiliki ambisi yang kuat untuk berkiprah di berbagai kegiatan masyarakat.
Beliau aktif di beberapa organisasi kemasyarakatan diantaranya yang saya tahu di Forum Komunisasi Urang Banten (FKUB), Banten Club (BC), dan Tangsel Club (TC).